Dalam rangka memotret kegiatan belajar mengajar, proses pembelajaran dan asesmen dilakukan dengan melibatkan banyak pihak. Guru perlu tahu bahwa kemampuan murid dalam memenuhi Capaian Pembelajaran berbeda-beda. Ada yang cepat, sedang, dan lambat. Teknologi pembelajaran sedianya memfasilitasi perbedaan itu.
“Kehadiran teknologi pendidikan dan digitalisasi pembelajaan membantu mempermudah tugas Ibu-Bapak dalam pembelajaran dan asesmen. Ini bukan hal yang perlu ditakutkan. Sudah waktunya untuk memanfaatkan teknologi digital,” ujar Susanti Sufyadi, dosen Universitas Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan, di Jakarta, Kamis malam (9/10/2025). Susan, demikian ia akrab disapa, menyampaikan materi 'Inspirasi Asesmen dan Pembelajaran Berbasis Digital’ di kelas A pada Bimbingan Teknis Digitalisasi Pembelajaran di Hotel Novotel Mangga Dua angkatan ke-7.
Menurut Susan, asesmen tak sekadar menjaring nilai berbasis angka. Guru harus mendasarkan kegiatan asesmen pada value. Dengan begitu guru dapat memikirkan metode pembelajaran yang tepat bagi murid.
Bagi Susan, remedial dilakukan saat proses pembelajaran, bukan di awal atau di akhir pembelajaran. Kegiatan asesmen digerakkan sepanjang proses pembelajaran. “Misalnya murid dapat mengidenifikasi tokoh dalam cerita. Jika murid tidak paham, guru membantunya agar mereka bisa melanjutkan pembelajaran,” jelasnya.
Murid pun perlu didorong untuk memaknai hasil asesmen. “Tantangannya, bagaimana murid meregulasi diri setelah memaknai hasil asesmen,” tegas Susan. Menurutnya, itu bukan hal mudah. Yang perlu dilakukan guru adalah melakukan pembiasaan. Dalam konteks digitalisasi pembelajaran, murid dibiasakan terlibat dalam pembelajaran digital.*
Penyampaian materi oleh Susan berjalan hangat dan dinamis. Peserta tampak antusias mengikuti seluruh proses poembelajaran. Tiap kelompok tampak aktif mengajukan pertanyaan dan melontarkan jawaban.* (Billy Antoro)